Senjatanya
Orang-Orang yang Kalah)
Karya James Scott
Buku
ini merupakan hasil penelitian James Scott pada tahun 1978-1980, di suatu
daerah di Kedah Malaysia yang kemudian daerah itu dinamai Sedaka. Penelitian
yang dilakukan oleh James Scott selama dua tahun tersebut, meneliti tentang
kehidupan para petani padi yang berjumlah sebanyak 70 KK dengan penduduk
sebanyak 360 jiwa. Dia mengamati pola kehidupan para petani mulai dari bangun
tidur hingga dia tidur lagi. Dia berbaur dengan masyarakat setempat dalam
acara-acara keagamaan seperti acara kematian, sampai pada acara kelompok pemuda
seperti sepak bola.
Dalam
buku ini tidak hanya memberikan kita pengetahuan tentang kondisi petani di Sedaka
dan juga mekanisme perlawanannya, namun juga tentang metode penelitian yang
dapat kita gali dari metodenya mencari data. Metode fenomenologis diterapkannya
dalam upaya menggali data-data tentang cara masyarakat mengungkapkan tentang
dirinya sendiri.Menurut penjelasannya, alasan memilih menggunakan pendekatan
fenomenologis adalah seperti pada
umumnya penelitian mengenai disiplin ilmu sosial yang salah satu metode
pendekatannya memakai fenomenologis yang sejalan dengan vasiasi Neo- Marxisme
dan identik dengan hal-hal ekonomi. Alasan yang kedua yakni untuk menempatkan
pengalaman pelaku-pelaku manusia di pusat analisis adalah berkenaan dengan
konsep kelas itu sendiri. Dalam hal ini terdapat beragam eksplanasi yang akan
dapat diungkapkan mengenai hubungan keluarga, kehidupan bertetangga, kelompok,
hubungan ritual, etnisitas, kelompok bahasa dan sebagainya.
Pada
dasarnya melalui metode ini, terdapat kemungkinan kesalahan dalam hal
eksplanasinya, hal ini karena hanya sedikit saja yang benar apabila orang
berbicara tentang dirinya sendiri, daripada jika perilaku itu sendiri yang
berbicara mengenai dirinya. Lagi-lagi pendekatan fenomenologis dapat
menimbulkan suatu penilaian subjektif tentang perilaku sosial suatu kelompok
masyarakat.
Scott
memulai bukunya dengan kisah tentang Razak dan Haji Broom ( Haji Ayub), dimana
kisah-kisah itu bukan hanya sekedar cerita hiburan masyarakat setempat saja,
namun lebih dari itu kisah itu merupakan suatu dinamika perang simbol antara
orang kaya dan miskin. Rasa permusuhan dalam perang kecil ini, dilakukan di
atas arena yang selalu berubah di mana terdapat banyak orang netral yang
melihat dari pinggiran saja. Berita-berita perang hampir seluruhnya terdiri
dari kata-kata saja, gerak tipu dan kontra gerak tipu, ancaman, satu dua pertarungan
kecil dan terutama sekali propaganda.
Cerita-cerita
yang beredar tentang Razak dan Haji Broom dapat dipahami sebagai propaganda,
yang melambangkan dan memuat keseluruhan argumentasi mengenai apa yang terjadi
di kampung itu. Hanya dengan menyebut nama Razak oleh orang kampung yang kaya
raya, timbullah suatu visi tentang orang miskin yang mengambil apa saja dan
tidak jujur, yang melanggar ukuran yang diterima tentang perilaku yang sopan di
kampung itu. Dalam pandangan mereka, Razak adalah model negatif ke arah mana
menujunya orang miskin pada umumnya.
Sebaliknya, dengan hanya menyebut Haji Broom saja, langsung timbul suatu visi tentang orang kaya yang sangat rakus, yang juga telah melanggar ukuran-ukuran yang diterima tentang perilaku di desa itu. Dalam pandangan mereka, Haji Broom adalah model negatif yang merupakan representasi orang-orang kaya pada umumnya. Bahkan masyarakat desa itu mempunyai label-label atau istilah tersendiri untuk para petani kaya yang dianggap rakus itu. Haji Broom misalnya yang berarti haji sapu, yang berarti Haji yang suka menyapu bersih atau mengambil hak-hak milik orang miskin dengan jalan menjadi lintah darat.
Sebaliknya, dengan hanya menyebut Haji Broom saja, langsung timbul suatu visi tentang orang kaya yang sangat rakus, yang juga telah melanggar ukuran-ukuran yang diterima tentang perilaku di desa itu. Dalam pandangan mereka, Haji Broom adalah model negatif yang merupakan representasi orang-orang kaya pada umumnya. Bahkan masyarakat desa itu mempunyai label-label atau istilah tersendiri untuk para petani kaya yang dianggap rakus itu. Haji Broom misalnya yang berarti haji sapu, yang berarti Haji yang suka menyapu bersih atau mengambil hak-hak milik orang miskin dengan jalan menjadi lintah darat.
Seperti
halnya dengan suatu karya buku mengenai aspek antropologis suatu daerah pada
umumnya. Buku ini juga membahas mengenai letak geografis, posisi administratif
dan keadaan demografi suatu wilayah. Dimulai dari penggambaran tentang Negara
Malaysia pada umumnya, kemudian Negara bagian Kedah, daerah irigasi Muda dan
lebih mengerucut lagi mengenai pembabakan kampong Sedaka. Sedangkan dalam konsep
antropologi sendiri terutama dibahas mengenai sistem sosial, sistem politik dan
sistem mata pencaharian masyarakat Kampung Sedaka.
Dalam
sistem sosial, pembicaraan mengenai sistem kelas sosial lebih dipertajam
penjelasannya. Dalam hal ini terdapat semacam ketimpangan antara kelas elit dan
kelas marjinal. Kelas elit yang diamksud dalam hal ini yaitu para Haji yang
memiliki sawah berhektar-hektar namun prihatin hidupnya karena kekikiran dalam
kehidupan sehari-harinya. Sebagai contoh Haji Broom dan Pak Kadir Ceti.
Sedangkan kelas marjinal sendiri yakni para petani-petani miskin yang hidup
dengan menjadi buruh sawah dan sewa tanah maupun sawah kepada kelas elit
diatas. Sebagai contoh kelas marjinal ini adalah Razak.
Melalui
penggolongan sistem kelas ini tentunya menimbulkan semacam perlawanan-perlawan
yang terjadi dari kaum marjinal kepada kaum elit. Hal ini karena terdapat suatu
rasa humanisme dan sentimen tersendiri yang akan selalu ada. Biasanya
mereka tidak berani melakukan perlawanan secara langsung dan radikal, tetapi
lebih bersifat perlawanan simbolik. Scott memfokuskan
perhatiannya pada pertarungan ideologi di kampung itu. Detail-detail
pertarungan ini melibatkan unsur fitnah, pergunjingan dan gossip yang bertujuan
merusak nama baik orang lain, julukan-julukan kasar, gerakan tubuh atau sikap
berdiam diri tetapi maksudnya merendahkan orang lain. Senjata-senjata yang
mereka miliki seperti, memperlambat pekerjaan, bersifat pura-pura, pelarian
diri, pura-pura memenuhi permohonan, pencurian, pura-pura tidak tahu,
menjatuhkan nama baik orang, pembakaran, penyabotan, perlawanan terhadap mesin
permanen, negoisasi upah, pembunuhan hewan ternak, dan sebagainya. Mereka
hampir tidak membutuhkan koordinasi atas perencanaan, menggunakan pemahaman
implisit serta jaringan informal, sering mengambil bentuk mengurus diri
sendiri, dan mereka secara khas menghindari konfrontasi simbolis secara
langsung dengan kekuasaan.
Ibarat
panggung, para petani mempunyai panggung depan dan belakang. Mereka dapat
berpura-pura sangat baik sekali kepada para petani kaya ketika di hadapannya.
Sebaliknya di belakang layar mereka akan menjadi sangat berbeda, bahkan
memfitnah, menjelek-jelekkan, merusak nama baik, tidak mau mengerjakan
pekerjaan dengan baik, mengulur-mengulur waktu, dan sebagainya. Model-model
bentuk perlawanan sehari-hari dari kaum petani kecil inilah yang menjadikan
kaum miskin dan aksi-aksi konfliktual mereka menjadi perhatian ilmu sosial dan
menandai kehadiran mereka menjadi perhatian ilmu sosial dan menandai kehadiran
mereka sebagai sebuah fakta sejarah.
Dalam
sistem politik memang tidak sebegitu dijelaskan secara mendetail, namun dapat
disimpulkan bahwa sistem politik yang berkembang di kampung Sedaka pun ternyata
menunjukkan adanya pengklasifikasian kelas. Di kampung ini ada semacam
perkumpulan petani yang disebut MADA (Muda Agricultural Development Authority)
, MADA merupakan suatu organisasi yang berperan sebagai Komite Pembangunan
Kampung. Dimana para anggota MADA ini merupakan perwakilan dari dua partai
politik yang berkembang di Kedah saat itu yakni UMNO dan PAS. UMNO ( the United
Malay Nationalist Organization) merupakan partai yang para anggotanya berasal
dari kaum elit desa dengan pendukung sebesar 43 KK (58%), sedangkan PAS (Partai
Islam) biasanya berasal dari kaum marjinal yang hanya didukung oleh 28 KK (38%)
yang pada tahun-tahun selanjutnya semakin berkurang pendukung dari partai
tersebut.
Sedang
dalam hal sistem mata pencaharian adalah pada sektor pertanian dan padi menjadi
komoditas utama yang dibicarakan. Dalam
menguraikan tentang hal ini Scott lebih suka dengan mengungkapkan semacam
perbandingan dari dua teknologi maupun dinamika yang terjadi dalam hal
pertanian. Dinamika tersebut dimulai dengan adanya revolusi hijau yakni suatu
sistem dua kali musim tanam (panen) dalam setahun, kemudian persewaan tanah
atau sawah tunai dan persewaan tanah
atau sawah jangka panjang, dalam bidang teknologi pertanian seperti terkikisnya
sistem perontok padi (manual) menjadi Mesin Permanen yang memudahkan dalam
proses pemanenan padi. Semua hal tersebut dalam faktanya tentu saja masih
memihak kaum elit sebagai pihak yang diuntungkan sebagai kelas penguasa.
0 komentar:
Posting Komentar